Sejak Berdiri, Konsep Pendidikan Insantama Sudah On The Track

Nono Hartono
Guru SIT Insantama Bogor

“Kami menginginkan semua siswa dalam pemahamannya tidak hanya menganggap bahwa menuntut ilmu itu wajib atau penting. Mereka harus juga tetap mencintai proses menuntut ilmu, tidak hanya pola pikirannya saja tapi juga jiwanya, tidak hanya aqliyyah-nya (pola pikir) saja tapi juga nafsiahnya.”

Ungkapan Direktur Pendidikan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Insantama Dr. Rahmat Kurnia itu mengawali perbincangannya dengan Kabar Insantama tentang konsep pendidikan utamanya berkaitan dengan arah kurikulum yang diterapkan Insantama pada Agustus 2024 di SIT Insantama, Kota Bogor.  

Serupa dengan keinginan awal bagaimana Insantama dibangun dari semula, penuh dengan idealisme.  “Sekolah harus dibangun dengan konsep tanpa mengurangi kebutuhan anak-anak bermain, menimba ilmu, dan tentu tetap juga menggali Islam,” tandasnya.

Ustadz Rahmat, begitu ia dipanggil, menceritakan bagaimana awalnya SIT Insantama berdiri. Saat itu, tepatnya pada 2001, putri pertamanya Raudhah Rahmatillah Nailati baru lulus Taman Kanak-Kanak (TK). Ustadz Rahmat merasa bingung ke mana harus mencari sekolah SD yang pas bagi putrinya. 

“Melihat SD-SD yang ada pada saat itu, sangat mengkhawatirkan. Kelas I hingga kelas III saja pukul 10.00 sudah pulang. Setelah itu, mereka mau apa? Sementara para orang tua kerja, beraktivitas dakwah, atau melakukan kegiatan lainnya. Jadi tidak ada yang mendampingi mereka. Harus ada solusinya!” ungkapnya sambil mencoba menerawang kenangan 23 tahun silam.

Ternyata teman-teman seperjuangan dalam dakwahnya memiliki keresahan yang sama. Maka, tatkala ia diajak untuk mendirikan SD dengan sigap diiyakannya. Di satu sisi, putrinya akan mendapatkan tempat sekolah, di sisi lain akan bisa membantu mendesain format kurikulumnya, bidang yang selama ini jadi fokus perhatiannya. 

Dan, mulailah proses mendirikan SD, yang kemudian sepakat diberi nama Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama; berjalan dari perencanaan awal, launching sekolah, hingga beroperasinya sekolah.

Kurikulum yang Unggul

Disinggung terkait keunggulan kurikulum Insantama, Ustadz Rahmat yang sudah menggeluti dunia mengajar sejak di bangku kelas III SMP ini mengatakan bahwa keunggulan kurikulum Insantama didasarkan pada konsepsi Islam terpadu. 

“Insantama mempunyai definisi terpadu yang khas yang tidak dipunyai oleh lembaga sekolah Islam terpadu lainnya,” ungkapnya. 

Terpadu yang pertama adalah terpadu dari segi konsep tujuan pendidikan yang harus membentuk kepribadian Islam, tsaqafah Islam, dan ilmu kehidupan. Di saat pembahasan materi apa pun di proses pembelajaran, dilakukan sebisa mungkin memadukan ketiga unsur tersebut.

“Membahas apa pun harus ada karakter Islamnya,” ujar Ustadz Rahmat.

Harapannya memang siswa akan memahami bahwa nilai-nilai Islam ternyata memang ada di semua lini kehidupan karena memang Islam adalah aturan hidup yang langsung diturunkan Allah SWT.

Ustadz Rahmat melanjutkan bahwa keterpaduan yang kedua adalah bagaimana menyatukan rumah, sekolah, dan masjid sebagai basis pembinaan anak. Sekolah dan orang tua harus disatukan dalam mengiringi pembinaan anak. 

Untuk menguatkan konsep ini, Insantama mempunyai program parenting yang diberikan khusus kepada para orang tua baru yang menyekolahkan anaknya di Insantama. Dengan bekal ilmu parenting, para orang tua diharapkan dapat menguatkan pembinaan yang sudah dilakukan di sekolah dengan pembinaan anak di rumah, bukan sebaliknya. 

“Di saat anak di rumah, dibiasakan juga mereka tetap shalat berjamaah, tadarus atau menghaf Al-Qur’an, shalat Dhuha saat liburan, selalu berkata yang ahsan, suka berbagi, dan lain sebagainya sebagaimana yang sudah dibimbing di sekolah,” ungkapnya.

Untuk mendukung keterpaduan yang kedua ini, orang tua juga diharapkan untuk selalu aktif mengomunikasikan permasalahan dan perkembangan anaknya. Ustadz Rahmat menyatakan, “Orang tua bisa bertemu langsung dengan guru atau juga bisa menggunakan hand phone (HP) atau fasilitas WhatsApp (WA) untuk mendiskusikan hal tersebut. Untuk hal ini memang orang tua diharapkan melakukan perjanjian terlebih dahulu dengan guru.”

Ada juga program yang namanya Sehari Bersama Umi dan Abi (SBUA). Program ini memang digagas oleh Forum Orang tua Siswa (FOSIS) Insantama. 

“Ini program yang baik karena melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah. Walaupun waktunya hanya sehari saja, tapi memang program ini mengajak orang tua untuk merasakan bagaimana rasanya mengajar dan melakukan pendampingan pada anak-anaknya di sekolah,” jelasnya.

Berkaitan dengan masjid, Ustadz Rahmat menyampaikan, setiap siswa harus mencintai masjid. Siswa harus mempunyai karakter-karakter santri sebagaimana di pesantren, sering bershalawat untuk menunjukkan kecintaan pada Rasulullah, dan juga mereka dibiasakan mengenakan peci dan sorban saat ke masjid, khususnya di hari Jumat. 

“Alhamdulillahnya, Insantama sudah menyiapkan fasilitas masjid yang diberi nama Masjid Pendidikan Insantama (MPI). Di MPI inilah, para siswa juga mendapatkan pembinaan,” ujar Ustadz Rahmat. 

Keterpaduan yang terakhir (ketiga) adalah bagaimana proses pembelajaran memadukan aspek pengetahuan (kognitif), afektif, dan juga psikomotorik. 

Menurutnya, proses pembelajaran haruslah mengombinasikan dan mengaktifkan akal, hati, dan fisik siswa. Sehingga diperlukan metode dan strategi pembelajaran yang variatif. Guru harus memahami dan menguasai berbagai metode dan strategi mengajar. Harapannya semua siswa mendapatkan proses ri’ayah (pengurusan) yang sama dengan berbagai gaya belajar mereka. 

Insantama yang memasuki usia 24 pada 2025 sudah memiliki empat unit pendidikan, yaitu SDIT, SMPIT, SMAIT, dan Insantama Boarding School (IBS). 

Dalam perjalanannya, SDIT yang berdiri pada tahun 2001, SMPIT pada tahun 2007, serta SMAIT dan IBS pada tahun 2010 ini selalu melakukan pengembangan kurikulum di setiap unitnya. 

Ada beberapa strategi yang dilakukan Yayasan Insantama Cendekia (YIC) menghadapi hal ini. “Karena Insantama berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Bogor, tentu kurikulumnya mengacu pada ketetapan Dinas Pendidikan. Hanya saja, terkait content materi pembelajaran tentu akan dilakukan proses internalisasi dengan nilai-nilai Islam,” jelasnya. 

Langkah berikutnya, lanjut Ustadz Rahmat, melakukan sinkronisasi dengan unit-unit yang ada. Harus ada peningkatan level di masing-masing unit. Terkait dengan kepribadian Islam misalnya, ada proses pembentukan di unit SDIT dan proses pengembangan di unit SMPIT/SMAIT/IBS. 

Berkaitan dengan tsaqafah Islam, di unit SDIT ditekankan siswa harus sudah bisa baca tulis Al-Qur’an, hafal bacaan doa dan dzikir, hafal Al-Qur’an minimal juz 30, dan juga memahami fikih shalat dengan baik. Di unit SMPIT dikuatkan dengan fikih qurban, umrah, dan haji. Sementara di unit SMAIT/IBS dikuatkan fikih munakahat, dan lain-lainnya.

Guru yang Mumpuni

Dalam rangka menyukseskan visi misi Insantama, maka sangat pentingnya peran guru yang mumpuni. Oleh karena itu, Insantama sangat memperhatikan proses rekrutmen guru dan pembinaannya. “Kami sangat ketat saat melakukan seleksi guru,” terangnya.

Perjalanan calon guru untuk menjadi guru tetap, sangatlah berliku. Pada proses seleksi, pelamar akan menjalani tes tertulis, wawancara, microteacing hingga penilaian kepribadian Islamnya. Setelah diterima menjadi calon guru, mereka akan menempuh proses magang. Di saat magang inilah pintu terakhir mereka untuk diterima tidaknya menjadi guru Insantama. 

“Setelah ditetapkan menjadi guru Insantama, mereka biasanya akan ditempatkan menjadi guru pendamping terlebih dulu sebelum akhirnya menjadi guru utama dan guru tetap yayasan,” cerita Ustadz Rahmat menguraikan proses menjadi guru di Insantama.

Tidak stagnan hanya sampai di situ, guru Insantama juga akan melalui proses panjang pembinaan, baik secara langsung melalui pelatihan-pelatihan (training) yang diadakan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) YIC maupun pembimbingan oleh guru-guru senior,” tambahnya.

Metode Khas 

Proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap proses transfer pemahaman dari guru kepada peserta didik. Memandang pentingnya hal tersebut, Ustadz Rahmat mengungkapkan bahwa Insantama mempunyai metode yang khas dalam proses pembelajarannya.

Kekhasan tersebut meliputi diterapkannya metode tallaqiyan fikriyan (TF), lima metode pengembangan materi (metode 5i), dan juga quantum teaching (QT).

“Prinsip metode TF adalah bagaimana guru mampu menerjemahkan teknis pembelajaran, yaitu apa yang ada di pikiran guru yang kemudian dapat diterima oleh siswa. Cara yang mudah adalah dengan copy paste, hanya masalahnya tidak ada kabel yang dapat menghubungkan antara guru dan siswa,” jelas Ustadz Rahmat sambil berkelakar. 

Oleh karena itu, jelasnya, harus ada metode yang tepat. Metode TF menjembatani hal tersebut. Dalam metode ini memang harus adanya akal, panca indra, objek yang bisa diindra, dan adanya ma’lumat tsabiqah (informasi yang tersimpan sebelumnya). 

“Pemikiran bertemu pemikiran dengan lewat akal. Guru harus membawa banyak fakta ke proses pembelajaran sehingga dengan fakta yang disajikan tersebut, dengan penggunaan indra, hingga sampai ke otak. Walaupun memang semuanya bergantung pada objek pembelajarannya,” terangnya.

Saat mengajar, jelas Ustadz Rahmat, semua yang terlibat harus mampu menggunakan semua indra untuk mengidentifikasi fakta-fakta yang dihadirkan. Indra akan memahami fakta-fakta yang ada, baru kemudian diberi ma’lumat atau memang sebelumnya sudah diberikan ma’lumat

“Untuk pembelajaran sejarah, tidak cukup dengan cerita, bisa dioptimalkan dengan menggunakan gambar ataupun video,” jelas Ustadz Rahmat mencoba memberi penekanan pada bagaimana menyajikan metode TF dalam pembelajaran.

Metode khas berikutnya adalah konsep pengembangan materi dengan metode 5i. Menurutnya, metode 5i ini meliputi internalisasi, koreksi, substitusi, adisi, dan fiksasi.  

Metode internalisasi adalah bagaimana guru mampu memberikan semua materi yang diberikan dengan menginternalisasi dengan nilai-nilai Islam sehingga siswa pada akhirnya memahami bahwa semua materi pembelajaran sangat berkaitan dengan nilai-nilai Islam. 

Metode koreksi diberlakukan pada bahan pembelajaran yang tidak sesuai dengan akidah Islam, terutama pada mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn), ilmu pengetahuan alam (IPA) terutama pada materi bagian asal muasal kehidupan dan teori evolusi, ilmu pengetahuan sosial (IPS) utamanya pada materi sejarah nasional dan umum.

Metode substitusi digunakan untuk menggantikan materi-materi pembelajaran yang tidak lagi dapat dipertahankan mengingat tidak sejalan dengan tujuan pendidikan Islam dan Insantama. Sementara itu, metode yang berupa penambahan materi oleh karena kandungan materi lama dipandang tidak lagi memadai, yakni untuk materi tsaqafah Islam sebagai kurikulum muatan lokal merupakan metode adisi. Dan metode terakhir, yaitu metode fiksasi merupakan metode mempertahankan materi yang sudah ada oleh sebab dinilai telah memadai.

“Guru ditantang untuk bagaimana menerapkan metode 5i ini dalam setiap proses penyampaian materi pembelajaran kepada siswa. Mungkin, awal-awal perlu penyesuaian, namun setelah itu guru akan terbiasa melakukannya. Dengan metode 5i ini sudah menunjukkan kekhasan Insantama yang tidak akan ditemui di sekolah lainnya,” ujar Ustadz Rahmat dengan yakin.

Ustadz Rahmat yang sekarang ini mendapatkan amanah menjadi dosen di perguruan tinggi terkemuka di Kota Bogor, mengungkapkan penjelasan lanjutan terkait dengan metode quantum teaching (QT).

“Metode kekhasan Insantama yang terakhir ini boleh jadi sudah juga diterapkan sekolah lainnya, yaitu metode QT. Yang berbeda mungkin dalam tataran teknis dan eksekusi akhir karena di Insantama semuanya selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Islam,” terangnya.

Sudah On The Track 

Bagaimana Insantama menghadapi perubahan kurikulum yang sudah beberapa kali berganti? Menjawab pertanyaan ini, Ustadz Rahmat menyampaikan bahwa pendidikan itu terkait dengan kurikulum, materi yang diajarkan, dan juga metode pembelajaran yang diterapkan. “Secara konten tetap sama walaupun kurikulum berbeda-beda, hanya istilahnya saja yang berubah,” ungkapnya. 

Menjawab pemberlakuan Kurikulum Merdeka sekarang ini Ustadz Rahmat pun mengatakan, Kurikulum Merdeka yang menuntut siswa untuk merdeka belajar sepertinya ya itu-itu saja. Yang berbeda terkadang hanyalah masalah teknis saja. 

Insantama dari awal sudah mempraktikkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang kalau sekarang disebut dengan merdeka belajar. Bagaimana cara membentuk siswa yang berkarakter, Insantama dari dulu juga sudah melakukan itu. 

“Artinya apa? Perubahan kurikulum tidak akan mendatangkan kesulitan bagi Insantama karena memang Insantama selangkah lebih maju daripada kurikulum-kurikulum yang ada. Pengalaman yayasan menghadapi kurikulum hingga ke Kurikulum Merdeka sekarang ini tidak menghadapi kesulitan yang berarti. Tinggal ubah dikit-dikit. Ibarat naik mobil, tinggal belok kanan, belok kiri. Sama saja,” jelasnya.

Ustadz Rahmat juga senantiasa menjaga agar kurikulum yang berlaku di Insantama selalu islami dan jangan sampai mengarah pada sekularisme. 

“Kita tidak boleh mengikuti pendidikan yang mengarah pada sekuler, karena kita memang umat Islam, umat yang Allah SWT telah ridhai dengan penetapan syariah-Nya. Insyaallah, Insantama sudah berada pada jalur yang benar, sudah on the track,” ujarnya memberikan pernyataan tegas dan meyakinkan terkait dengan keunggulan konsep pendidikan yang sudah diadopsi dari awal Insantama berdiri.

Di akhir obrolan, ia menyempatkan diri menyampaikan pernyataan yang bisa menginspirasi bagi siapa pun yang membaca dan memahaminya, “Ilmu adalah cahaya. Oleh karena itu, berbahagialah orang yang memberi ilmu dan orang yang menuntut ilmu. Karena dia akan menjelma menjadi cahaya.” Masyaallah, tabarakallah. [] NH Tono 

Penulis
Muhammad Fatih Alif
Siswa Kelas 12
SMAIT Insantama Bogor